• home
Home » , » Ironis Jika Hari Valentine Ingat, Hari Pemberontakan PETA Tidak Ingat

Ironis Jika Hari Valentine Ingat, Hari Pemberontakan PETA Tidak Ingat

(foto: Wikipedia)

Dunia mengenal 14 Februari sebagai hari kasih sayang, termasuk di Indonesia yang kerap merayakan Hari Valentine ini. Tapi apakah kalian yang tengah disibukan merayakan hari kasih sayang ini ingat dengan hari pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar yang terjadi pada 14 Februari 1945? Mungkin hanya sebagian kecil yang ingat.

Memang ironis melihat banyak remaja Indonesia yang merayakan hari Valentine yang merupakan kebudayaan negara asing. Sementara itu, sejarah bangsanya sendiri dilupakan. Pantas saja jika Indonesia tidak tumbuh kuat, generasi bangsanya sendiri sudah banyak yang melupakan apa yang terjadi di masa lampau.

Masih ingat dengan kata-kata Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, yang berbunyi "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya." Kata-kata tersebut jelas membuktikan bahwa bangsa yang besar bukan bangsa yang serba maju, tetapi mereka yang menghargai jasa para pahlawannya dan terus melanjutkan cita-cita mereka.

Tapi bagaimana dengan di Indonesia, apakah para generasi muda masih mengenang dan merenungkan kenapa para pahlawan dulu berani mengorbankan nyawanya demi meraih kemerdekaan? Kelihatannya hanya sedikit. Buktinya saja, jika ditanya hari apa tanggal 14 Februari, pasti menjawab Hari Valentine.

Padahal tanggal 14 Februari itu adalah hari paling bersejarah di Indonesia. Di mana para pasukan PETA yang dipimpin Supriadi melakukan pemberontakan terhadap tentara Jepang pada masa itu.

Meskipun aksi pemberontakan itu gagal, tapi hal tersebut justru membuat anggota PETA dan Heiho terinspirasi untuk tidak selamanya tunduk pada Jepang.

PETA juga sangat berperan besar dalam meraih kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, PETA merupakan cikal bakal terbentuknya lembaga keamanan negara, seperti BKR, TKR, TRI, hingga TNI.

Jadi, sangat disayangkan jika generasi muda zaman sekarang lebih mementingkan kebudayaan asing dibandingkan dengan sejarahnya sendiri.